Saturday, 11 July 2009

Berjuang Menghargai Kehidupan


Vonis dari dokter untuk menjalani cuci darah karena ginjal yang sudah rusak adalah berita yang sangat mengejutkan. Bayang-bayang akan ketergantungan pada alat pencuci darah itu langsung menyergap dan serasa putus asa membayangkan keadaan selanjutnya.
Ketergantungan pada alat cuci darah itu sudah dialami sang Ibu yang selama 7 tahun rajin menjalaninya dengan dukungan penuh dari bapak, anak-anak dan keinginan kuat untuk melihat cucu-cucu tumbuh dewasa. Itu adalah cerita hampir 20 tahun yang lalu, bagaimana seluruh anggota keluarga ini berjuang untuk kesehatan sang Ibu.

Dan kini, cerita itu bagaikan muncul kembali.
2,5 tahun yang lalu, vonis itu jatuh sekali lagi kepada salah seorang keturunan sang Ibu. Sekali lagi, sepasang organ tubuh anggota keluarga itu harus digantikan kinerjanya dengan sebuah mesin Hemodialisa. Setiap 2 kali seminggu. Seumur hidup.

Tidak ada yang mau memilih untuk sakit, tidak ada yang mau dihadapkan pada pilihan dan akhirnya memilih sakit, apalagi sakit ginjal. Jika ada tawaran untuk dihadapkan pada 2 kenyataan: membiarkan kondisi ginjal itu makin melemah hingga tidak bekerja dan menyelesaikan seluruh kehidupan sel-sel tubuh atau melakukan cuci darah secara rutin 2 kali seminggu (terkadang bisa lebih dari 2 kali seminggu) untuk menambah harapan hidup. Tidak ada yang mau memilih untuk menghadapi tawaran itu. Akan tetapi, tidak ada yang menawarkan, semua disodorkan begitu saja, tidak ada kata berkelit, dua pilihan yang paling mungkin itu sudah ada di depan mata. Bagai buah simalakama.

Selama beberapa waktu, pengobatan alternatif dilakukan, doa sambung menyambung dilantunkan untuk menjadi kuat, namun tak terelakkan, keputusan untuk cuci darah akhirnya diambil. Tidak ada orang yang mau kehilangan seorang suami tercinta, tidak ada yang mau membiarkan belahan jiwa menyerah begitu saja pada penyakit ini.

Perjuangan demi perjuangan dilakukan untuk menyambung kehidupan. Bukan saja habis seluruh perasaan melihat suami yang setiap seminggu 2 kali tergeletak selama 5 jam menggantungkan diri pada mesin hemodialisa. Seluruh tenaga, pikiran, akal dan upaya senantiasa dikerahkan untuk mempertahankan anugerah Tuhan yang terbesar, kehidupan.

Sebuah pengorbanan atas nama cinta. Karena cinta, sang Istri rela melakukan apa saja supaya mesin itu tetap berjalan. Dan sekali mesin itu berjalan 750 ribu adalah harga mati, bahkan angka 150-250ribu bisa otomatis ditambahkan untuk biaya obat yang juga harus dikonsumsi tiap minggu. (Bisa dibayangkan 750.000 x 2 x 5 minggu = 7,5 juta sebulan atau 750.000 x 2 x 52 minggu = 78.000.000 setahun) Minimal 78 juta sudah habis untuk biaya rutin, dengan penghasilan sebulan jauh di bawah angka itu, bisa dibayangkan butuh berapa banyak untuk menutup kekurangan itu. Dan bisa pula dibayangkan. Setiap uang yang dapat terkumpul untuk sekali cuci darah adalah berkat luar biasa, dan setelah cuci darah selesai, kembali degupan kencang dan kekawatiran menerjang, berpikir keras untuk mendapatkan lagi rupiah untuk menjalankan mesin itu 3 hari mendatang. Bantuan sudah berdatangan dari saudara-saudara, dari teman-teman dan kenalan yang berbaik hati meringankan biaya perawatan, namun tentu saja semua memiliki kebutuhan dan keterbatasan financial. Tak terhitung pula berapa banyak upaya dilakukan untuk mencari pinjaman. Apapun dilakukan dan terus akan dilakukan untuk mempertahankan sebuah kehidupan.

Kisah di atas adalah kisah tentang seorang Ibu yang saat ini berjuang untuk suaminya. Selama hampir 2,5 tahun suami ibu tersebut harus menjalani cuci darah 2 kali seminggu. Dan akan terus berlanjut, kecuali jika dilakukan transplantasi ginjal, yang jika berhasil, bisa menghilangkan ketergantungan akan mesin hemodialisa (biaya operasai tersebut minimal 150 juta).

Saya menceritakan hal ini untuk mengajak teman-teman ikut merasakan keadaan dan betapa beban yang harus ditanggung beliau. Keadaan yang tentu saja kita pun tidak akan pilih. Dan saya mengajak teman-teman yang berkenan, untuk memberikan bantuan bagi beliau, bantuan berupa doa, maupun bantuan financial, atau apapun yang bisa kita lakukan. Saya sendiri juga sudah kehabisan ide untuk membantu beliau, salah satu yang bisa saya pikirkan saat ini, yaitu meminta bantuan kepada teman-teman yang saya kenal, ataupun kepada yang belum saya kenal yang membaca tulisan ini.

Salah satu bantuan financial bisa disalurkan melalui program di www.asiabersama.com/?id=yuwanhalim penjelasan lebih rinci saya tulis di posting selanjutnya: Uluran Kasih Anda untuk Kehidupan.

1 comment:

  1. Menambahkan informasi dari Ibu Yuwan Halim :

    Biaya transplantasi ginjal sebesar 150 juta adalah biaya operasi, belum termasuk biaya donor ginjal.
    Sedangkan biaya operasi di Cina adalah sebesar 450 juta.

    ReplyDelete